Badan Peradilan VS Asas sederhana, cepat, dan biaya ringan
Ini hanyalah sebuah pemikiran atau opini seorang mahasiswa hukum semester satu, yang dibingungkan dengan ketidak-sinkronan antara sistem hukum dan asas hukum sederhana, cepat dan biaya ringan yang ada di Indonesia. Sebelumnya ada baiknya kita mengerti akan sistem hukum Indonesia dan asas sederhana, cepat, dan biaya ringan ini.
Dalam sistem hukum Indonesia dikenal adanya pyramida pengadilan, dimana dalam pyramida ini badan peradilan Indonesia dipisah menjadi 3 bagian. Peradilan tingkat pertama, yaitu Pengadilan Negeri, Pengadilan Agama, Pengadilan Militer, dan Pengadilan Tata Usaha Negara. Peradilan tingkat kedua atau Pengadilan Tinggi yaitu, Pengadilan Tinggi Negeri, Pengadilan Tinggi Agama, Pengadilan Tinggi Militer, dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara. Pengadilan tingkat akhir yang sering kita dengar dengan sebutan Mahkamah Agung.
Pengadilan tingkat pertama berwenang menyelesaikan perkara tingkat pertama. Pengadilan tingkat kedua atau pengadilan tinggi berwenang menyelesaikan perkara tingkat kedua/banding, berkedudukan di Ibukota Provinsi. Mahkamah Agung atau Pengadilan tingkat akhir adalah pengadilan yang berwenang menyelesaikan perkara kasasi atau akhir, berkedudukan di Ibukota Negara.
Penyelesaian perkara di Indonesia memiliki tahapan-tahapan. Sebuah kasus pertamanya akan diajukan ke pengadilan tingkat pertama. Jika dalam putusan pengadilan tingkat pertama para pihak atau salah satu dari para pihak merasa belum puas maka dapat mengajukan banding ke pengadilan tingkat tinggi. Jika dalam putusan pengadilan tingkat tinggi ini belum juga memuaskan maka para pihak dapat mengajukan kasasi ke pengadilan tingkat akhir.
Dalam penjelasan tahapan penyelesaian perkara diatas sepertinya sudah baik dan terasa adil karena para pihak yang berperkara dapat membela dirinya hingga tingkat akhir. Dengan tiga kesempatan yang ada paling tidak para pihak dapat mengungkapkan kebenaran yang sebenar-benarnya. Sehingga kedadilan dapat ditegakan seadil-adilnya
Tapi akan timbul masalah bagi mereka yang tidak memiliki uang. Seperti yang diterangkan di atas bahwa kedudukan PTN dan MA terletak pada pusat pemerintahan. Sekarang bagi kita yang memiliki akal sehat akan merasa aneh jika seorang yang merasa dirugikan dalam pengadilan tinggi setempat harus pergi ke Jakarta untuk mengajuakan kasasi. Sedangkan dirinya berada di lombok dan berpenghasilan 500rb per bulan. Sedangkan dalam pengajuan kasasi sendiri memiliki masa tenggang yang jika tidak diajukan maka keputusan tersebut menjadi inkrah/final. Bagi dia yang berpenghasilan 500rb/bulan akan berpikir berkali-kali jika harus pergi ke jakarta dalam rangka mengajukan kasasi.
Jika kasus di atas kita kaitkan dengan asas sederhana, cepat, dan biaya ringan sangatlah lucu. Bagaimana bisa sistem pengadilan kita disebut sederhana jika seseorang harus merepotkan diri pergi ke Jakarta dalam rangka mencari keadilan. Dan jika dipikir maka dalam rangka merepotkan diri pergi ke Jakarta tersebut membutuhkan dana yang tidak sedikit, apalagi mereka yang berdomisili jauh dari ibukota tercinta. Selain itu bagaimana bisa dibilang cepat jika hambatan-hambatan tempat dan biaya tersebut ada.
Apakah keadilan tidak dapat dimiliki oleh mereka yang miskin? Yang mereka tidak sanggup untuk mengajukan keadilan(kasasi dan/atau banding) ketinggkat lebih tinggi karena biaya. Lalu dimana keadilan yang awalnya menjadi dasar dalam pembagian badan peradilan menjadi tiga tingkat? Bagaimanapun juga ini hanyalah kebingungan penulis dalam teater hukum di Indonesia yang ada.
0 comment:
Posting Komentar